Bahaya Durhaka Kepada Guru

 

Murabbi Ruhi Syaikhi Al-Allamah Al-Ustadz Abdullah Awad Abdun Rahimahullah

Bahaya Durhaka Kepada Guru

[Disarikan dari berbagai sumber oleh Abdullah Hadrami]

Berkata Abu Sahal Rahimahullah:

“عقوق الوالدين تمحوه التوبة،

وعقوق الأستاذ لا يمحوه شىء البتة”.

“Durhaka kepada kedua orang tua bisa dihapus dengan taubat. Sedangkan durhaka kepada guru tidak bisa dihapus dengan taubat”.

[Sumber kitab “Tahdzib Al-Asma’ Wa Al-Lughat” karya Imam Nawawi Rahimahullah]

Ungkapan “durhaka kepada guru tidak bisa dihapus dengan taubat” sebenarnya lebih merupakan bentuk penekanan atau kiasan untuk menunjukkan betapa seriusnya kesalahan tersebut dalam tradisi Islam.

Ada beberapa alasan mengapa durhaka kepada guru dianggap sangat berat:

1- Penghormatan terhadap Guru sebagai Sumber Ilmu dan Bimbingan:

Dalam tradisi Islam, guru atau ustadz memiliki kedudukan yang sangat tinggi karena mereka dianggap sebagai sumber ilmu pengetahuan, bimbingan, dan pendidikan moral. Durhaka kepada guru bukan hanya pelanggaran terhadap individu, tetapi juga pelanggaran terhadap ilmu dan pendidikan yang diberikan. Guru diibaratkan sebagai “orang tua spiritual” yang mendidik jiwa dan akhlak.

2- Hubungan Spiritual dan Moral:

Hubungan antara murid dan guru adalah hubungan spiritual yang mendalam. Guru dianggap sebagai pembimbing yang membantu murid mencapai pemahaman yang lebih tinggi tentang Tuhan dan kehidupan spiritual. Oleh karena itu, durhaka kepada guru bisa dianggap sebagai pengkhianatan terhadap hubungan spiritual yang suci ini.

3- Efek Sosial dan Etika:

Durhaka kepada guru dapat menciptakan contoh buruk bagi orang lain dan merusak tatanan sosial serta etika dalam komunitas. Guru memiliki peran penting dalam menyebarkan nilai-nilai kebaikan, dan jika mereka tidak dihormati, maka tatanan moral masyarakat bisa terganggu.

4- Konteks Penebusan Dosa:

Meskipun dalam Islam semua dosa bisa diampuni dengan taubat yang tulus, durhaka kepada guru dianggap sebagai dosa yang memiliki dampak jangka panjang yang sulit dihapus hanya dengan taubat. Ini karena durhaka tersebut melibatkan pelanggaran hak-hak manusia (hak al-adami) yang menuntut permintaan maaf langsung kepada yang bersangkutan (dalam hal ini, guru). Jadi, meskipun seseorang bisa bertaubat kepada Allah, mereka juga harus memperbaiki hubungan dengan guru tersebut.

Namun, ungkapan ini harus dipahami dalam konteks penghormatan dan penghargaan terhadap guru, bukan dalam arti literal bahwa taubat tidak akan diterima sama sekali.

Allah Maha Pengampun terhadap semua dosa dengan taubat yang tulus, tetapi pengampunan dalam hal ini juga memerlukan usaha memperbaiki hubungan dengan guru.

Malang, Jum’at 2 Rabi’ul Awal 1446 / 6 September 2024

 

Add a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.