Pelajaran dari Perjalanan ke Gaza; Kisah Sungai Nil (bag 7)
|Pelajaran dari Perjalanan ke Gaza; Kisah Sungai Nil (bag 7)
Hampir setiap hari ketika kami ada urusan di Cairo Mesir selalu melewati sungai Nil, sungai bersejarah. Tampak sungai Nil begitu indah di tengah kota Cairo Mesir dan menjadi tujuan wisata turis dalam dan luar negeri. Ada perahu boat, kapal terapung dan tempat-tempat untuk bersantai-santai. Tampak muda-mudi tanpa malu-malu berdua-duaan, bergandengan tangan dan berpacaran, suatu pemandangan yang tidak patut dicontoh.
Sungai Nil termasuk diantara sungai terbesar di dunia yang mengalir sepanjang 6.650 km atau 4.132 mil dan membelah tak kurang dari sembilan negara yaitu : Ethiopia, Zaire, Kenya, Uganda, Tanzania, Rwanda, Burundi, Sudan dan tentu saja Mesir. Sungai Nil identik dengan Mesir karena sungai Nil erat kaitannya dengan sejarah bangsa Mesir sejak ribuan tahun yang lalu. Sungai Nil sangat besar pengaruhnya terhadap pengembangan pertanian di Mesir.
Masyarakat Mesir pada masa jahiliah dahulu mempunyai kebiasaan buruk dan merusak aqidah, yaitu melemparkan seorang gadis cantik dengan pakaian dan perhiasan terbaiknya sebagai tumbal ke sungai Nil agar airnya tetap mengalir. Hal ini dilakukan setiap tahun.
Ketika Mesir telah ditaklukkan oleh sahabat ‘Amr bin Al-‘Ash Radhiallahu ‘Anhu, penduduk Mesir yang masih jahiliah tersebut mendatangi beliau meminta ijin untuk melaksanakan kebiasaan mereka terhadap sungai Nil tersebut sebelum airnya benar-benar kering. Sahabat ‘Amr bin Al-‘Ash Radhiallahu ‘Anhu menolak permintaan mereka dan mengatakan bahwa dalam Islam hal tersebut tidak boleh dilakukan bahkan kebiasaan itu harus dihapus.
Sahabat ‘Amr bin Al-‘Ash Radhiallahu ‘Anhu menulis surat kepada Khalifah ‘Umar bin Khaththab Radhiallahu ‘Anhu menceritakan masalah tersebut. Khalifah ‘Umar bin Khaththab Radhiallahu ‘Anhu membalas surat tersebut dengan mengatakan, “Engkau benar bahwa Islam telah menghapus tradisi tersebut. Aku mengirim secarik kertas untukmu, apabila telah sampai kepadamu lemparkanlah kertas itu ke sungai Nil!”
Tatkala surat Khalifah ‘Umar bin Khaththab Radhiallahu ‘Anhu telah sampai kepada Sahabat ‘Amr bin Al-‘Ash Radhiallahu ‘Anhu, beliau membukanya dan ternyata isinya adalah, “Dari hamba Allah ‘Umar Amirul Mukminin kepada sunagi Nil milik penduduk Mesir. Jika kamu mengalir karena dirimu sendiri, maka jangan mengalir. Namun jika Allah Yang Maha Esa lagi Maha Menang yang mengalirkanmu, maka kami mohon kepada Allah yang Maha Esa lagi Maha Menang untuk menjadikanmu mengalir.”
Kemudian Sahabat ‘Amr bin Al-‘Ash Radhiallahu ‘Anhu mengumumkan kepada rakyat Mesir akan surat Khalifah ‘Umar bin Khaththab Radhiallahu ‘Anhu tersebut, setelah itu beliau melempar kertas tersebut ke sungai Nil sebelum kekeringan benar-benar terjadi. Sementara itu penduduk Mesir telah bersiap-siap untuk pindah meninggalkan Mesir karena mereka tidak bisa hidup tanpa sungai Nil. Keesokan harinya, ternyata Allah Ta’ala telah mengalirkan sungai Nil enam belas hasta dalam semalam dan Allah menghapus kebiasaan buruk penduduk Mesir tersebut.
Kisah ini sangat masyhur dan amat terkenal serta sering dibawakan oleh para khotib dan muballigh ketika bercerita tentang sungai Nil atau tentang Khalifah ‘Umar bin Khaththab Radhiallahu ‘Anhu. Namun apabila kita teliti dari sisi “sanad” atau mata rantai perawi yang meriwayatkannya ternyata kisah ini tidak sahih dan tidak bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Bahkan ada sebuah keyakinan dalam diri sebagian penduduk Mesir bahwa orang yang berkunjung ke Mesir apabila menyempatkan diri untuk meminum air dari sungai Nil maka dipastikan orang tersebut akan kembali ke Mesir lagi. Tentu saja ini adalah keyakinan tidak benar dan bertentangan dengan aqidah Islam yang lurus serta merusak tauhid. Agama Islam datang memberantas keyakinan-keyakinan menyimpang dan menyeleweng seperti ini. [Abdullah Shaleh Hadrami/ASH]